MENANAMKAN
AJARAN NAWA WIDA BHAKTI
UNTUK
MENUMBUHKAN KARAKTER KETUHANAN
DI LINGKUNGAN KELUARGA SEBAGAI MODAL DASAR
GUNA MEWUJUDKAN KESALEHAN DAN KEHARMONISAN SOSIAL )*
DI LINGKUNGAN KELUARGA SEBAGAI MODAL DASAR
GUNA MEWUJUDKAN KESALEHAN DAN KEHARMONISAN SOSIAL )*
Oleh
:
I
Nengah Sumendra, S.Ag., M.Fil.H )**
Kedamaian
dan ketentraman (Kerta Langu), adalah dambaan seluruh sekalian alam baik
secara kommunal maupun secara individual (personal). Maksudnya adalah dambaan
akan kedamaian itu tidak hanya bagi umat manusia, tetapi tumbuh-tumbuhan dan
binatangpun memerlukan kedamaian itu. Kemudian perlu dipahami juga bahwa
kedamaian itu bukan dibutuhkan saat ini saja, tetapi kedamaian itu dibutuhkan
oleh seluruh sekalian alam baik untuk masa lalu, masa kini dan masa yang akan
datang. Demikianlah sabda, intruksi dan pesan dari Kitab Suci Veda yang harus kita ditindaklanjuti
dengan sraddha dan rasa bhakti (iman dan taqwa) yang mantap. Apabila dalam
kehidupan ini setiap umat manusia umumnya dan khususnya umat Hindu mampu
mewujudkan kedamaian itu maka impian umat manusia untuk menciptakan suasana
sorga di dunia ini dapat diwujudkan. Tetapi kenyataannya masih banyak umat
manusia yang keliru memaknai hidupnya khususnya tentang suasana alam sorgawi
yang mereka dambakan disaat alam kematian, mereka berharap masuk sorga atau
menikmati suasana alam sorgawi disaat kematian tetapi melupakan suasana alam
sorgawi dalam kehidupan nyata yaitu kehidupan
saat di dunia pana ini. Pada hal proses kematian yang baik adalah “Hidup
yang baik dulu, baru mati yang baik”,
karena dengan kehidupan yang baik disaat hidup dapat dijadikan modal dasar dan
atau matra untuk pencapaian kehidupan yang lebih baik disaat ini dan saat di
alam akhirat.
Namun fenomena dewasa
ini, ternyata ketentraman, kesalehan, keharmonisan dan kedamaian semakin
menjadi harga mahal bagi sebagian besar individu atau kelompok umat manusia
dalam kehidupannya, padahal dalam sebuah pengakuan, hampir setiap orang di
dunia ini mengakui dan diakui dirinya sebagai orang yang beragama, dengan
status orang beragama itu semestinya orang-orang beragama secara kontinyu
selalu untuk berupaya mewujudkan kesalehan dan keharmonisan serta kedamaian (santih) di dunia ini. Orang-orang
beragama semestinya mampu memberikan penyembuhan (konseling) terhadap dirinya dan orang lain disaat-saat mengalami
goncangan kejiwaan dimana orang-orang psikologi menyebutnya dengan ‘kekusutan mental’ akibat dari suatu
masalah yang dihadapinya yaitu dengan menggunakan ayat-ayat kitab suci dan
sastra-sastra agamanya sebagai pedoman dan tablet/kapsul yang harus diramu dan
selanjutnya dikonsumsi sebagai obat untuk men-konseling atau menterapi psikis
dirinya. Tetapi kenyataannya tidak sedikit orang-orang beragama dibelahan dunia
ini jasmani dan rohaninya tidak harmonis, tidak sedikit pula orang-orang beragama
menciptakan suasana disharmoni, jiwanya mengalami kekusutan mental dan paling
ironis sikap dan tindakannya justru tidak mencerminkan orang-orang beragama.
Kemudian di era globalisasi masa kini menghadapkan umat manusia atau masyarakat
manusia kepada serangkaian baru yang tidak terlalu berbeda dengan apa yang
pernah dialami sebelumnya dan bahkan kecenderungannya akan semakin berat
permasalahan hidup yang akan dihadapinya. Pluralisme agama, suku, ras, etnis, golongan,
berbagai kepentingan, dll adalah fenomena nyata. Dimasa masa lampau kehidupan
umat manusia relatif lebih tentram karena kehidupan umat manusia bagai kamp-kamp yang terisolisasi
dari tantangan-tantangan dunia luar. Sebaliknya masa kini kemajuan zaman
menyebabkan persaingan hidup semakin ketat, pergaulan lintas etnis tidak bisa
lagi dihindari, multi kepentingan semakin beragam, dll, menyebabkan umat manusia dewasa ini harus
pandai-pandai dan arif dalam menghadapi dan mengatasi persoalan dalam hidupnya.
Dimanapun masyarakat manusia itu
berada di negara-negara di dunia ini termasuk di Indonesia memiliki sederetan
perbedaan, diluar perbedaan yang mereka miliki dari sejak lahir. Seperti
perbedaan etnis, kebudayaan,
adat-istiadat, agama, kepercayaan, politik, dll. Fenomena ini bukanlah perkara
mudah untuk menciptakan keharmonisan, ketertiban dan kedamaian di dunia untuk
hidup sebagai masyarakat manusia dengan sederatan perbedaan-perbedaan itu, sekalipun
manusia diyakini sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, apabila
manusia itu sendiri tidak memiliki kepandaian, kearifan dan kebijaksanaan dalam
mengapresiasi sederatan perbedaan-perbedaan yang ada. Kurang pandainya, ketidak
arifan dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh masyarakat manusia mengapresiasi perbedaan itu merupakan beberapa faktor yang menyebabkan
di era globalisasi ini timbul berbagai konflik baik konflik individu (personal)
maupun konflik komunal (kelompok). Konflik individu misalnya; masih banyak
orang stress atau mengalami gonjangan kejiwaan (kekusutan mental) dan kasus
bunuh diri akibat tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan dan tantangan hidup
dan kehidupan yang dialami, dan lain sebagainya. Konflik komunal (kelompok)
misalnya; timbulnya konflik horizontal antara masyarakat manusia yang satu
dengan masyarakat manusia lainnya yang terjadi di belahan dunia yang mana setiap
hari selalu mewarnai dan menghiasi pemberitaan meda cetak dan elektronik seperti diantaranya; konflik antara anak dan
orang tua, antara istri dengan suami, antara individu manusia yang satu dengan
manusia yang lainnya, kelompok manusia satu dengan kelompok manusia yang
lainnya tentang diskriminasi, kekerasan, pelecehan, ketidak-adilan, dan
sebagainya tetang berbagai macam hal. Selanjutnya konflik yang disebabkan oleh
penanaman ajaran-ajaran dan doktrin-doktrin yang ekskulisifisme dan sempit,
sehingga tidak sedikit masyarakat manusia seperti itu badannya dipasung,
terkungkung, dan mengabaikan kebenaran serta menutup diri untuk menerima
perbedaan dan kebenaran orang lain baik itu perihal etnis, kebudayaan,
adat-istiadat, agama, kepercayaan, politik, dan sebagainya juga semakin marak
terjadi dewasa ini. Kemudian faktor yang lain juga disebabkan pula oleh karena
dewasa ini kecenderungan bagi tidak sedikit orang lebih mengejar dunia matrial atau
kemewahan duniawi ketimbang dunia spiritual. Ketidak seimbangan itu
menyebabkan degradasi moral semakin
meningkat, sikap dan karakter-karakter Ketuhanan pada setiap individu dan
kelompok di tengah-tengah kehidupan masyarakat
seperti;cinta kasih sayang, pelayanan, dll, semakin memprihatinkan.
Situasi
dan kondisi konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat manusia itu menandakan
bahwa arah gerak pikiran, perkataan dan perbuatan bagi setiap individu atau
kelompok manusia seperti itu sangat mengabaikan prinsip-prinsip dasar tetang
nilai-nilai kejujuran, kebajikan, kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan
keimanan, aturan kebajikan (hukum), hak asasi manusia, kesucian, pengendalian
diri, kebersamaan, persatuan, pengorbanan yang tulus ikhlas, pelayanan, cinta
kasih sayang, kerukunan, ketentraman dan kedamaian, pembebasan, pemuliaan, dll.
Oleh karena itu situasi dan kondisi konflik itu baik personal maupun komunal
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat manusia sangat dibutuhkan upaya
bersama secara sadar, sabar, dan tulus ikhlas untuk mengatasi dan mencarikan
solusi pemecahannya agar situasi dan kondisi hidup dan kehidupan masyarakat
manusia masa kini dan dimasa yang akan datang tidak semakin kusut dan rumit,
tragedi sosial, kemanusiaan dan rusaknya lingkungan hidup, dll, dapat
diminimalisir. Karakter-karakter Ketuhanan dalam setiap jiwa individual masyarakat
manusia perlu ditananamkan sejak dini, sehingga apabila karakter Ketuhanan itu
telah tertanam dan tumbuh dalam setiap jiwa individual masyarakat dapat
dijadikan modal sosial untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan sosial ditengah-tengah
kehidupan masyarakat manusia.
Karakter Ketuhanan dalam
setiap jiwa individual masyarakat manusia akan dapat tertanam, tumbuh dan
berkembang dengan kesadaran, iman dan taqwa yang mantap bahwa kelahirannya
menjadi manusia adalah kesempatan untuk berbuat baik berdasarkan atas kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa . Kitab suci dari agama atau kepercayaan apapun
yang ada di dunia ini, termasuk yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci
Agama Hindu yaitu dalam kitab Sarasamuccaya
menyatakan bahwa menjelma, menjadi manusia sungguh-sungguh utama sebabnya
demikian karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati
berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya menjelma
menjadi manusia. Oleh karena itu setiap
jiwa individual manusia tidak semestinya bersedih hati sekalipun kehidupan manusia
itu tidak makmur, dilahirkan menjadi manusia itu hendaklah menjadikan kamu
berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun
kelahiran hina sekalipun. Sebagai penjelmaan manusia yang mempunyai keutamaan
tersebut maka upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat manusia untuk meredam
situasi dan kondisi konflik yang semakin marak terjadi disekitar lingkungan
hidupnya internal dan eksternal baik konflik individual mapun konflik kumanal.
Agar dapat keluar dan tidak memperburuk sistuasi dan kondisi konflik itu masyarakat
manusia hendaknya selalu membangunkan kesadarannya dan menyalahkan pelita atau
cahaya ke-Ilahian di dalam dirinya dengan selalu berdoa dalam setiap tindakan
sehingga cahaya ke-Ilahian dapat bersinar dalam setiap badan dan jiwa manusia
sehingga masyarakt manusia dapat membimbing dirinya dan orang lain dari ketidak
benaran menuju kebenaran yang sejati, dapat membimbing masyarakat manusia dari kegelapan
menuju jalan yang terang benderang, dan dapat membimbing dirinya dari kematian
Rohani menuju kehidupan yang kekal abadi. Upaya sepatunya di mulai dari diri sendiri
individu manusia itu sendiri, kemudian dalam lingkungan keluarga, dan
selanjutnya dalam kehidupan bermasyarkat yang lebih luas yaitu sesuai dengan
tema yang dikemukakan dalam tulisan ini salah satunya dengan 'Menanamkan Ajaran Nawa Wida Bhakti untuk
Menumbuhkan Karakter Ketuhanan di Lingkungan Keluarga Sebagai Modal Dasar Guna
Mewujudkan Kesalehan dan Keharmonisan Sosial'
Pentingnya menanamkan
ajaran Nawa Wida Bhakti untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di Lingkungan
Keluarga ini dikarenakan beberapa hal diantaranya; Pertama, Kehidupan di
lingkungan keluarga dewasa ini juga seolah-olah semakin digiring untuk
meninggalkan jati dirinya sebagai
anggota masyarakat yang religius dengan berbagai aktifitas ritual keagamaannya,
sehingga kualitas iman dan taqwa (sradha
bhakti) yang selama ini dijunjung tinggi semakin lama semakin tergeser oleh
pola kehidupan yang mengglobal dan modern. Budaya global yang diakibatkan oleh
modernisasi dalam berbagai bentuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek) terus menerus mengikuti perkembangan sosial masyarakat menusia,
sehingga kadangkala akibat dari pengaruh dunia global dan modernisasi ini bisa
membawa manfaat yang positif dan negatif bagi kehidupan spiritual individu
masyarakat manusia.Dari segi positif modernisasi bisa menguntungkan kehidupan
baik jasmani dan rohani individu masyarakat manusia, namun di sisi negatif
modernisasi bisa mengakibatkan semakin tergesernya sendi-sendi kehidupan
termasuk semakin terkikisnya nilai-nilai religiusitas pada sebagian anggota
masyarakat manusia. Pengaruh negatif yang dimaksud terhadap anggota masyarakat
manusia dewasa ini sering terterjadi perselisihan, kekerasan, diskriminasi,
ketidak adilan, dan sebagainya yang kecenderungan prilakunya mengarah pada
bentuk prilaku yang dapat merugikan dirinya, keluarganya dan kebersamaan dalam
kehidupan bermasyarakat atau sosialnya. Hal ini tentunya sangat
mengkhawatirkan, karena jika hal tersebut di atas dibiarkan terus terjadi, maka
kualitas kebersamaan, persatuan dalam bermasyarakat
akan semakin menipis, dan pada akhirnya nanti esensi sebagai masyarakat manusia
yang memiliki keutamaan dibandingkan dengan makhluk lainnya melalui cara
berpikir, berkata dan berprilaku semakin lama akan mengkhawatirkan. Kedua, Di lingkungan atau
intern keluarga merupakan proses pembelajaran, pendidikan dan pembekalan
pengetahuan paling awal. Oleh karenanya
maka setiap anggota keluarga terutama orang tua, dituntut untuk senantiasa
bersikap dan berbuat sesuai dengan dharma-nya, dengan harapan pada setiap anggota keluarga
memiliki iman dan taqwa (sradha bhakti)
sifat dan budi pekerti yang luhur serta berkepribadian mulia yang sangat
diperlukan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat manusia. Dalam kitab suci
Veda dan susastra suci Veda yang lainnya banyak menguraikan tentang pentingnya ajaran bhakti, dan swadharma orang tua terhadap anaknya, demikian pula bhakti dan swadharma dari anak kepada orang tuanya. Dalam kitab suci Manavadharmasastra dijelaskan bahwa
secara non fisik suami-istri masing-masing mengupayakan agar jalinan cinta dan
kasih sayang, kesetiaan, mencari nafkah, menjaga kesehatan, dan seterusnya agar
ikatan perkawinan dapat berlangsung abadi. Kemudian terhadap anak-anak yang
lahir, orang tua berkewajiban membesarkannya, memberikan perlindungan,
pendidikan dan menyelenggarakan perkawinannya (Vivaha Samkara). Selanjutnya dalam Sarasamuscaya juga diajarkan
tentang tiga kewajiban orang tua yang harus dilaksanakan dengan rasa bhakti yang tulus kepada anaknya yaitu
sebagai berikut: Pertama, Sarirakrta,
yaitu kewajiban orang tua untuk menumbuhkan jasmani anak dengan baik. Kedua, Prannadatta, artinya orang tua wajib
membangun atau memberikan pendidikan kerohanian kepada anak. Ketiga, Annadatta, yaitu kewajiban orang tua
untuk memberikan pendidikan kepada anaknya untuk mendapatkan makanan (anna) salah satunya kebutuhan hidupnya
yang paling esensial. Demikian pula dalam Kekawin
Niti Sastra ada disebutkan syarat-syarat orang yang dapat disebut orang tua
yakni apabila telah melakukan lima kewajiban yang disebut Panca Wida yaitu: Pertama, sang
ametuaken, artinya yang menyebabkan kita lahir. Ayahlah yang pertama-tama
menyebabkan kita lahir dari rahim ibu. Awal mula dari sikap ayah dan ibu
saat-saat menanam benih dalam rahimnya juga amat menentukan keberadaan kita
dewasa ini. Kedua, sang anyangaskara,
artinya orang tua mempunyai tanggung jawab menyucikan anak melalui upacara sarira samskara. Ketiga, sang mangupadyaya, artinya seseorang
dapat disebut ayah apabila ia dapat bertanggung jawab pada pendidikan
anak-anaknya. Pendidikan anak tidak dapat begitu saja diserahkan kepada
guru-guru di sekolah. Ayah di rumah juga disebut guru rupaka. Keempat, sang
maweh bijojana, artinya orang yang dapat disebut ayah adalah orang yang
memberikan anggota keluarganya makan dan
kebutuhan-kebutuhan material lainnya. Secara umum seorang ayah memiliki
tanggung jawab menjamin kebutuhan ekonomi keluarga. Kelima, Sang matulung urip rikalaning baya,
artinya kewajiban seorang ayah melindungi nyawa si anak dari ancaman bahaya.
Perlindungan tersebut tidaklah semata-mata berarti fisik, juga perlindungan
yang bersifat rohaniah. Sedangkan bhakti dan
swadharma anak kepada orang tuanya,
sesuai dengan perintah dan pesan dari sastra suci Veda, seorang anak dikatakan suputra
apabila anak itu memiliki sradha,
bhakti dan serta tumbuh menjadi anak yang mampu menyelematkan dirinya,
orang tuanya, dan seluruh keluarganya dari lembah penderitaan menuju kehormatan
dan kebahagiaan. Dan yang lebih besar lagi berguna bagi masyarakat, bangsa dan
negaranya.
Ajaran Nawa Wida Bhakti
untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar
guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial, yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
Ajaran Nawa Wida Bhakti adalah
salah satu ajaran Agama Hindu yang dapat dipedomani untuk meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan masyarakat manusia terhadap aturan keimanan, aturan kebajikan dan
aturan upacara keagamaan yang bersumber dari ajaran agama yang dianutnya, serta
dapat dipedomani dalam upaya melakukan penyembuhan (konseling) disaat-saat mengalami goncangan kejiwaan oleh
masyarakat manusia di lingkungan keluarga
yang mana kehidupan di lingkungan keluarga dewasa ini juga seolah-olah semakin
digiring untuk meninggalkan jati dirinya
sebagai anggota masyarakat yang religius dengan berbagai aktifitas
ritual keagamaannya. Perihal penting lainnya adalah untuk mengelimase
potensi-potensi komplik akibat kurang pandainya dan kurang kearifan serta
kebijaksanaan dari masyarakat manusia terhadap sederetan perbedaan, diluar
perbedaan yang mereka miliki dari sejak lahir. Ajaran Nawa Wida Bhakti adalah salah satu
ajaran Agama Hindu yang bersumber dari kitab Bhagavata Purana, VII.5.23, yang menyebutkan bahwa ada 9 (sembilan)
cara ber-bhakti (hormat, sujud,
pengabdian, cinta kasih sayang, pelayanan, dan spiritual) yang disebut Nawa Wida Bhakti yaitu rasa bhakti manusia terhadap Tuhan-nya.
Konsep Nava Vida Bhakti ini dapat
dimaknai dalam kontek kehidupan sosial atau arah gerak putarannya secara
horizontal yaitu rasa sujud, hormat-menghormati, pengabdian, cinta kasih
sayang, spiritual, dan memberikan pelayanan antara manusia dengan sesamanya dan
lingkungannya. Sehingga harapannya dengan nilai-nilai dari ajaran Nawa Wida
Bhakti (hormat, sujud, pengabdian, cinta
kasih sayang, pelayanan, dan spiritual) tercipta karakter Ketuhanan di
lingkungan keluarga sehingga pada saatnya nanti dapat dijadikan sebagai modal
dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial karena di lingkungan
masyarakat umum atau lingkungan
masyarakat yang lebih luas telah hidup atau dihuni oleh individu-individu manusia yang telah ditanamkan nilai-nilai ajaran
Nawa Wida Bhakti, individu yang bermoralitas, serta memiliki budi pekerti yang
luhur melalui proses pembinaan, pendidikan dan pendalaman atau penghayatan
sejak awal di lingkungan keluarga. Seperti uraian berikut ini;
Sravanam, adalah bhakti dengan jalan mendengar. Arah gerak
vertikal dari bhakti mendengar ini
adalah dalam hal ini masyarakat manusia hendaknya meyakini dan mendengarkan
sabda-sabda suci dari Tuhan baik yang tersurat maupun tersirat dalam kitab suci
atau aturan-aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara. Tetapi
penomena arah gerak vertikal dari bhkati
mendengar yang kita jumpai di tengah-tengah kehidupan kita, termasuk di
lingkungan keluarga dan masyarakat tidak sedikit individu manusia yang tidak
mau mendengarkan sabda-sabda suci atau aturan-aturan keimanan, aturan kebajikan
dan aturan upacara keberagamaan. Kenyataan ini diperkuat apabila ada orang yang
mewartakan ajaran tentang kebajikan, kebenaran, kesucian, dll tentang sabda
suci Tuhan justru yang terjadi malah ketidak pedulian, pelecehan, atau dengan
kata lain respon yang muncul menunjukan kekurang tertarikan akan pewartaan itu.
Contoh kecil saja di sebagian banyak orang tidak mau mendengar atau bahkan
mengantuk apabila ada ceramah-ceramah agama baik itu di tempat-tempat suci atau
pewartaan melalui media cetak dan eletronik yang lain. Tetapi kalau ada
pewartaan/tayangan sinetron tentang gosip, fitnah, kekerasan, diskriminasi, dll
justru menjadi sebuah konsumsi bagaikan seorang pecandu. Selanjutnya arah gerak
horizontal, bhakti mendengar ini
hendaknya masyarakat manusia dalam hidup dan kehidupannya menanamkan rasa bhakti untuk selalu belajar mendengarkan
nasehat dan menghormati pendapat orang lain serta selalu belajar untuk menyimak
atau mendengarkan pewartaan tentang sesamanya dan lingkungannya. Tetapi
penomena yang sering terjadi tidak sedikit juga masyarakat manusia yang tidak
peduli dan tidak belajar serta menghormati nasehat dan pendapat orang lain,
serta tidak peduli dan tidak belajar untuk menyimak berita-berita tentang teragedi
kemanusiaan dan kerusakan lingkungan. Padahal dalam hidup ini untuk mewujudkan
cita-cita atau visi-misi hidup hendaknya dimulai dengan adanya kemauan dan
kesadaran untuk mendengar. Pengetahuan, pemahaman dan pendalaman tetang
berbagai hal hasil dari mendengar dapat dijadikan konsep dasar untuk menantat
hidup dan kehidupan di dunia ini yang kemudian ditindaklanjuti dengan berupaya
untuk berbuat atau mencari solusi yang terbaik dalam mengambil sebuah tindakan akan
kemanusiaan/sesama dan lingkungan. Contoh; di lingkungan keluarga antara
anggota keluarga semestinya selalu menanamkan sifat dan rasa bhakti untuk
selalu mendengar baik antara suami dan istri, antara orang tua dan anak, untuk
selalu membangun komunikasi aktif sehingga dapat mengurangi terjadinya
miskumunikasi diantara anggota keluarga. Sifat dan sikap ini akan dapat
menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga itu, seperti; sifat, sikap
dan karakter hormat-menghormati, sujud, cinta kasih sayang, pengabdian,
pelayanan, berfikir yang baik dan suci, berkata yang baik dan suci, berbuat
yang baik dan suci serta teguh dalam melaksanakan disiplin spiritual. Sifat dan sikap individu seperti itu akan
dapat dijadikan sebagai modal sosial untuk menciptakan kesalehan dan
keharmonisan sosial antara keluarga, antar sesama anggota masyarakat. Sifat, sikap
dan karakter individu yang selalu belajar untuk membuka diri mendengar nasehat,
pendapat orang lain atau apa yang diwacanakan orang lain adalah sebuah sifat, sikap
dan karakter insklusif yaitu sebuah sifat, sikap dan karakter membuka diri
secara tulus ikhlas untuk mau mendengarkan kebenaran dari orang lain, karena
dalam diri ada kebenaran tetapi diluar diri juga masih banyak kebenaran yang
belum diketahui. Untuk itu pesan yang ingin disampaikan melalui bhakti dengan
jalan mendengar ini adalah dalam hidup ini masyarakat manusia untuk selalu
berupaya membudayakan untuk mendengar, baik mendengar secara vertical antara
manusia dengan Tuhan-nya melalui sabda-sabda sucinya, maupun secara horizontal
antar sesamanya dan lingkungannya. Karena baik mendengar ataupun memberi pendengaran/pewartaan
apabila sama-sama dilandasi dengan rasa bhakti
maka semua akan mendapat hasil (pahala)
yang baik atau paling tidak dapat manfaat dari bhakti mendegar ini. Iklim saling bhakti mendengar ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang
di awali di tananamkan di lingkungan keluarga selanjutnya ditumbuh kembangkan
secara harmonis dan dinamis dalam kehidupan sosial masyarakat di lingkungan
masyarakat sosial yang lebih luas.
Kirtanam, adalah bhakti dengan jalan melantunkan Gita/zikir (nyayian atau kidung suci
memuja dan memuji nama suci dan kebesaran Tuhan), bhakti ini juga di arahkan menjadi dua arah gerak vertical maupun arah
gerak horizontal. Arah gerak vertical melakukan bhakti kirtanam untuk menumbuhkan dan membangkitkan nilai-nilai spiritual
yang ada dalam jiwa setiap individu manusia, dengan bangkitnya spiritual dalam
setiap individu akan dapat meredam melakukan pengendalian diri dengan baik,
jiwa lebih tenang, tentram dan tercerahi, sistuasi dan kondisi ini akan dapat
membantu keluar dari kekusutan mental dan kegelapan jiwa. Sehingga dapat
dijadikan modal dasar untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan individual yang
damai dan bahagia. Arah gerak horizontal masyarakat manusia berusaha selalu untuk
melantunkan bhakti kirtanam yang dapat menyejukan perasaan
hati orang lain dan lingkungannya. Kepada sesama atau anggota masyarakat yang
lainnya tidak hanya melantunkan atau melontarkan kritikan dan cemohan tetapi selalu
belajar untuk melatih diri untuk memberikan saran, solusi yang terbaik bagi
kepentingan bersama dalam keberagamaan, kehidupan sehari-hari tentang
kemanusiaan, kebersamaan, persatuan dan perdamaian, serta memberikan pengakuan
dan penghargaan atau pujian akan keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai
terhadap sesama atau anggota masyarakat manusia yang lain. Iklim saling bhakti Kirthanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang penanaman nilai-nilai bhakti Kirthanam di awali dilingkungan keluarga sebagai modal dasar guna
mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial
kemasyarakatannya.
Smaranam,
adalah bhakti dengan jalan mengingat. Arah gerak
vertical dari bhakti ini adalah dalam menjalani dan menata kehidupan ini masyarakat
manusia sepatutnya selalu melatih diri untuk mengingat, mengingat nama-nama
suci Tuhan dengan segala Kemahakuasaaannya, dan selalu untuk melatih diri untuk
mengingat tentang intruksi dan pesan atau amanat dari sabda suci Tuhan kepada
umat manusia yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau pegangan hidup dalam
hidup di dunia dan di alam sunya
(akhirat) nanti. Arah gerak secara horizontal dari bhakti ini apabila dikaitkan
dengan isu-isu pluralisme, kemanusiaan, perdamaian, demokrasi dan gender maka sepatutnya
masyarakat manusia selalu berusaha untuk mengingat kembali tragedi dan
penderitaan kemanusiaan, musibah dan bencana alam, dll, yang diakibatkan oleh
konflik-konflik atau pertikaian, kesewenang-wenangan, diskriminasi, dan
tindakan kekerasan yang lainnya antara individu yang satu dengan individu yang
lain ataupun antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain yang tidak
atau kurang memahami dan menghargai indahnya sebuah kebhinekaan dan pluralisme.
Harapannya dengan mengingat tragedi, penderitaan, musibah dan bencana yang
diakibatkan itu masyarakat manusia selalu mewartakan dan mengingatnya sebagai
bekal untuk mengevaluasi dan merepleksi diri akan indahnya kebhinekaan dan pluralisme
apabila masyarakat manusia mampu mengkemasnya dalam satu bingkai yaitu bingkai kebersamaan,
persatuan dan kedamaian. Iklim saling bhakti
Smaranam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat
manusia yang ditanamkan di awali dilingkungan keluarga sehingga tumbuh karakter
Ketuhanan dalam setiap anggota keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan
kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Padasevanam, adalah bhakti dengan jalan menyembah, sujud, hormat
di Kaki Padma. Arah gerak vertikal dalam bhakti ini masyarakat manusia dalam
menjalani dan menata kehidupannya sepatutnya selalu sujud dan hormat kepada
Tuhan, hormat dan sujud terhadap intruksi dan pesan/amanat dari hukum Tuhan (rtam). Arah gerak horizontal masyarakat
manusia untuk selalu belajar dan menumbuhkan kesadaran untuk menghormati para pahlawan
dan pendahulunya, pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang telah
dijadikan dan disepakati sebagai sumber hukum, para pemimpin, para orang tua
dan yang tidak kalah penting juga hormat/sujud kepada ibu pertiwi. Karena
dengan adanya kesadaran untuk saling menghormati inilah kita akan bisa hidup
berdampingan dalam kebhinekaan dan pluralisme, sehingga terwujud kebersamaan,
perastuan, kesalehan dan keharmonisan sosial. Iklim saling bhakti Padasevanam ini
sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia sehingga sejak dini semestinya
ditanamkan untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai
modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan
sosial kemasyarakatannya.
Arcanam,
adalah bhakti dengan jalan perhormatan terhadap
simbol-simbol atau nyasa Tuhan seperti membuat Arca, Pratima, Pelinggih, dll, bhakti
penguatan iman dan taqwa, menghaturkan dan pemberian persembahan terhadap Tuhan.
Arah gerak vertikal masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya
untuk selalu menghaturkan dan menunjukan rasa hormat, sujud, cintakasih sayang,
pelayanan, pengabdian kepada Tuhan dengan iman dan taqwa kuat dan teguh dengan
jalan menghaturkan sebuah persembahan sebagai bentuk ucapan terimakasih atas
tuntunan, bimbingan, perlindungan, kekuatan, kesehatan dan setiap anugrah yang
diberikan Tuhan kepada seluruh sekalian alam. Arah gerak horizontal masyarakat
manusia terutama kepada sesama dan lingkungannya dalam kehidupannya untuk
selalu belajar untuk memberikan
pelayanan, pengabdian, cinta kasih sayang, penguatan dan pemberian penghargaan kepada
orang lain. Contoh, Pemerintah, pemimpin dan atau anggota masyarakat hendaknya
memberikan pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan penghargaan kepada pemerintah
dan pemimpinnya demikian pula sebaliknya kepada dan oleh rakyatnya yang telah
menunjukan dedikasinya tinggi terhadap segala aspek kehidupan demi kemajuan dan
perbaikan situasi dan kondisi bersama dan sekalian alam tentang kemanusiaan,
kelestarian lingkungan dan perdamaian. Karena pemimpin yang baik menghargai
rakyatnya, demikian juga sebaliknya. Iklim saling bhakti Arcanam ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat manusia di lingkungan keluarga dan dikehidupan
masyarakat umum. Hal ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari
lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai
modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan
sosial kemasyarakatannya.
Wandanam adalah bhakti dengan jalan membaca, menyimak
dan mempelajari , mendalami serta menghayati dan memaknai ajaran yang bersumber
dari aturan keimanan, aturan kebajikan, dan aturan yang lainnya yang bersumber
dari sabda-sabda suci Tuhan dan susastra suci yang lainnya. Arah gerak vertikal
masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya selalu meluangkan
waktu untuk membaca, menyimak dan mempelajari, mendalami serta menghayati dan
memaknai kitab suci dan susastra suci serta ilmu pengetahuan yang lainnya
tentang Tuhan sebagai pedoman hidup, sehingga gagasan dan arah pilihan jalan hidup
masyarakat manusia sesuai dengan sabda suci Tuhan yang tertuang dalam kitab
suci atau sumber hukum agama yang diyakini dan dianut, tentunya dengan selalu
tidak menutup diri atau mengabaikan hal-hal yang ada diluar dirinya. Arah gerak
horizontal dari bhakti ini, masyarakat manusia kepada sesama dan lingkungan hidupnya
untuk selalu membaca, menyimak dan mempelajari , mendalami serta menghayati dan
memaknai situasi untuk menuju arah gerak yang lebih baik. Karena apabila salah
dalam membaca, menyimak dan mempelajari , mendalami serta menghayati dan
memaknai situasi maka salah juga dalam pengambilan keputusan. Iklim saling bhakti Wandanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan di
lingkungan keluarga dan sosial kemasyarakatannya.
Dasyam, adalah bhakti dengan jalan mengabdi, pelayanan,
dan cinta kasih sayang dengan tulus ikhlas terhadap Tuhan. Arah gerak vertical dari
bahkti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya, untuk
selalu melatih diri dan secara tulus ikhlas untuk mengahturkan mengabdikan,
pelayanan kepada Tuhan, karena hanya kepada Beliaulah umat manusia dan seluruh
sekalian alam beserta isinya berpasrah
diri memohon segalanya apa yang harapkan untuk mencapai kebahagian di dunia dan
di akhirat. Arah gerak horizontal masyarakat manusia kepada sesama dan
lingkungan hidupnya untuk selalu mengabdi, memberikan pelayanan dan cinta kasih
sayang dengan tulus ikhlas untuk kepentingan bersama tentang kemanusiaan,
kelestarian lingkungan hidup dan kedamaian di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Iklim saling bhakti Dasyam ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dilingkungan keluarga lebih-lebih dikehidupan
sosial kemasyarakatannya.
Sakyam,
adalah bhakti dengan jalan kasih persahabatan,
mentaati hukum dan tidak merusak system hukum. Baik arah gerak vertical dan
horizontal, baik dalam kehidupan matrial dan spiritual (jasmani dan rohani)
masyarakat manusia agar selalu berusaha melatih diri untuk tidak merusak system
hukum, dan selalu dijalan kasih persahabatan. Iklim saling bhakti Sakyam ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat manusia untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai
dari lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan
sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam
kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Atmanivedanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan
diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Arah gerak vertikal dan horizontal dari bhakti ini masyarakat manusia selalu
berpasrah diri dengan kesadaran dan keyakinan yang mantap untuk selalu berjalan
di jalan Tuhan, berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan,
sesama dan lingkungan hidupnya atau kepada ibu pertiwi, baik dalam kehidupan
duniawi (nyata) maupun kehidupan sunya (niskala).
Iklim saling bhakti Atmanivedanam ini sangat dibutuhkan oleh
masyarakat manusia baik dalam kehidupan sosial dan kehidupan spiritualnya.
Mengacu
pada uraian di atas maka dapat diketahui bahwa menanamkan ajaran Nawa Wida
Bhakti adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan karakter
Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan
dan keharmonisan sosial. Dalam dimensi yang lainnya menanamkan ajaran Nawa
Widha Bhakti ini pada setiap individu masyarakat manusia guna
menumbuh-kembangkan sikap saling hormat-menghormati, sujud, pengabdian,
pelayanan, cinta kasih sayang dan spiritual antara anggota masyarakat satu
dengan anggota masyarakat yang lainnya. Guna membangun sikap saling hormat-menghormati,
sujud, pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan spiritual di antara
organ-organ tubuh sosial berangkat dari "tresna asih menuju tresna bhakti"-yaitu membangun sikap saling
menghormati dan menghargai dengan sujud secara tulus ikhlas yang dimulai dari
menumbuhkan rasa persaudaraan, tolong menolong kemudian ditingkatkan menjadi
rasa bhakti. Sikap saling menghormati
di antara organ-organ tubuh sosial selain membangun atau menumbuhkan rasa
persaudaraan di antara organ-organ tubuh sosial, sikap kepedulian sosial dan
tolong-menolong di antara organ-organ sosial, juga mengandung pesan atau amanat untuk
menumbuhkan dan mengembangkan sifat, sikap atau karakter bhakti (sujud, hormat-menghormati, pengabdian, pelayanan) seperti
sujud bhakti kehadapan Tuhan dalam
bentuk sembahyang/sandhya, setiap
saat hendaknya selalu ingat terhadap Tuhan karena Beliau Maha Pengasih dan
Penyayang kepada semua makhluk hidup dan seluruh ciptaan-Nya. Beberapa karakter
bhakti ini arah gerak putarannya
internalisasi yaitu ke dalam diri individu manusia yang secara vertikal dalam
pendakian spiritualnya adalah membangun atau menumbuhkan rasa bhakti untuk menjalin hubungan yang
harmonis terhadap Tuhan dan segala manifestasinya. Sedangkan karakter bhakti yang arah gerak putarannya
eksternalisasi atau dalam putaran keluar yaitu di arahkan terhadap sesamanya
dan lingkunga hidupnya yang hidup bersama di dunia ini. Kemudian arah gerak
horizontal dalam strutur sosial merupakan lingkaran organ-organ tubuh sosio
yang saling melengkapi dan saling membutuhkan satu sama yang lainnya,
sehingga sikap saling
hormat-menghormati, kesalehan, pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan
jalinan yang harmonis terhadap sesama dan lingkungan hidupnya yang tidak boleh
diabaikan. Membangun atau menumbuhkan sikap atau karakter bhakti seperti sujud, hormat-menghormati, pengabdian, pelayanan,
cinta kasih sayang dengan jalinan yang harmonis di antara organ-organ tubuh
sosial merupakan wujud dari Teologi Sosial yang merujuk pada konsep Manusia Kosmik (Tuhan
yang digambarkan sebagai Manusia Semesta atau Manusia Maha Besar). Hanya
melalui konsep Manusia Kosmos sebagai asal mula keberadaan manusia, maka
seluruh manusia akan mampu menyadari dan mewujudkan kesatuan sosial yang
harmonis dengan menempatkan Tuhan sebagai Ayah, Ibu, dan Datuk atau Pelindung
seluruh alam semesta beserta seluruh mahluk termasuk di dalamnya adalah manusia.
Apabila semua
manusia memiliki pemahaman bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu bersemayam pada seluruh
mahluk, tentu manusia bukan saja tidak tega menyakiti setiap mahluk, tetapi
manusia akan memiliki kasih sayang terhadap setiap mahluk sebagaimana ia ber-bhakti atau mengasihi Tuhan Yang Maha
Esa. Sangat disayangkan dewasa ini manusia kurang sabar menahan segala gejolak
emosi atau keinginan, sehingga banyak manusia membunuh mahluk dan bahkan
membunuh manusia hanya untuk melampiaskan keinginannya. Sehingga rasa cinta
kasih dalam hati terhadap semua mahluk benar-benar hilang, jangankan terhadap
hewan dan tumbuhan, bahkan cinta kasih sayang terhadap sesama manusia saja
sudah mengalami krisis hingga sampai pada devisit cinta yang kronis. Oleh sebab
itu kehidupan nampak semakin mengerikan, sesama manusia seolah-olah hendak
saling memangsa. Si kuat memangsa si lemah, si kaya memangsa si miskin, si
pinter memangsa si bodoh, perseisihan terus terjadi. Padahal, jika saja manusia
mau belajar secara baik, setiap manusia akan menemukan dirinya dan diri orang
lain sebagai bagian dari jaring-jaring sistem dan di dalam jaring-jaring sistem
itu Tuhan Yang Maha Esa berdiri.
Wasana kata semoga semua mahkluk
berpandangan sebagai seorang sahabat, semoga masyarakat manusia memandang semua
mahkluk sebagai sahabat, semoga saling berpandangan penuh persahabatan. Semoga dapat
menciptakan kedamaian di Langit, damai di Angkasa, damai di Bumi, damai di Air,
damai pada Tumbuh-tumbuhan, damai pada Pepohonan, damai seluruh sekalian alam
sakala dan niskala (alam nyata dan alam sunya/akhirat). Semoga dalam hidup dan
kehidupan ini masyarakat manusia dapat
menumbuhkan persahabatan untuk menciptakan kedamain di alam semesta ini,
sehingga terbentuk sebuah pondasi kedamaian yang kuat masa kini dan masa
datang. Apabila kedamaian sudah ditanamkan dan ditumbuhkan di alam semesta maka akan tercipta cahaya-cahaya ke-Ilahian (jyoti)
dalam diri manusia (divine Man),
Cahaya-cahaya ke-Ilahian dalam kehidupan sosial masyarakat (divine Sociati), dan cahaya ke-Ilahian
dalam lingkungan hidup (divine Ekosistem)
sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial.
)* Menanamkan
ajaran Nawa Wida Bhakti untuk Menumbuhkan Karakter Ketuhanan di Lingkungan
Keluarga Sebagai Modal Dasar Guna Mewujudkan Kesalehan dan Keharmonisan Sosial;
adalah Judul Artikel 01 untuk Radar Bimas Hindu Sultra dan telah terbit di Majalah Craddha Edisi-46.
)*I
Nengah Sumendra,S.Ag, M.Fil.H adalah Guru Agama Hindu SMK Negeri 1 Unaaha, Kab.
Konawe. Prov. Sulawesi Tenggara. Ketua Pasraman Dharma Aksara. Aktiv sebagai
Dharma Duta PHDI Prov. Sultra dari 2007-sekarang dan Sekretaris PHDI Kab.
Konawe masa bakti 2010-2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar