KELUH KESAH DAN KERAGUAN
Oleh : I Nengah Sumendra, S.Ag., M.Fil.H
Om Swastyastu, tulisan ini hanyalah curahan hati yang disebabkan oleh gerak pikiran yang bergerak kesana-kemari, istrirahat sejenak lalu mengkotak-katik lektop untuk sebuah ikhtiar agar tetap terkendali disaat susah dan lelah menghampiri, mengingat susah-lelah akan terus memotivasi keluh-kesah dan keraguan dalam diri. Secercah cahaya bhatin menyinari pikiran, lalu bergerak sampai pada “Disaat Bhagavan Shri Krishna memeberikan wejangan kepada Arjuna, dimana kala itu Arjuna larut oleh pengaruh daya kekuatan dari keluh kesah dan keraguan dalam dirinya, ketimbang memelihara sifat sifat Brahmana dan Kestria-nya. Pada saat itu Bhagavan Shri Krishna menanggapi pandangan dan perasaan yang dialami oleh Arjuna dan menjelaskan dasar-dasar pemikiran Samkhya- Yoga kepada Arjuna. Pranam. Om Subhamastu.
KELUH KESAH DAN KERAGUAN BERIMPLIKASI SUSAH-LELAH,
KELUH KESAH DAN KERAGUAN MENGHILANGKAN SUSAH-LELAH,
KELUH KESAH DAN KERAGUAN BERIMPLIKASI SUSAH-LELAH..., .
Keluh-kesah dan keraguan merupakan sikap negatif yang membawa energi negatif, pada gilirannya orang yang sebenarnya tidak terlalu sengsara menjadi sengsara betul. Belajarlah untuk tidak doyan berkeluh kesah dengan mensugesti diri sendiri dengan kata “saya tidak mampu”, “saya susah”, “saya sedih”, “saya miskin”, “saya bodoh”, “saya marah”, “saya benci”, dll hal yang sama dalam wujud penghakiman diri sendiri. Keluh kesah muncul dari dalam dari diri kita sendiri. Kalau kita apes biasanya karena ulah kita sendiri dan terkadang karena hal-hal sepele saja. Keluh kesah dan keraguan dapat menghilangkan kekuatan fisik dan rohani serta menutup sumber dan benih-benih kehidupan. Apabila kondisi sudah demikian, maka keluh kesah dan keraguan pasti akan membuat fisik dan rohani menjadi susah dan lelah.
KELUH KESAH DAN KERAGUAN GUNA MENGHILANGKAN SUSAH LELAH,
Keluh-kesah dan keraguan merupakan sikap negatif yang menyelimuti Fisik dan Rohani, yang harus dilebur menjadi pupuk organik untuk menyuburkan diri dengan kekuatan kesadaran dan sinar hati nurani yang sesungguhnya tetap bersinar di dalam diri sendiri. Hadapi dengan tekad tetapi bukan nekad, tetap merepleksi diri, berwiweka dan mawas diri. Kesadaran dan sinar Satyam (kejujuran dan kebajikan), Sivam (kesucian), Sundaram (kesejukan dan kesegaran) yang terkandung di dalam hati nurani terus dikelola dengan melakukan Tapa Fisik dan Rohani, dengan tetap bersabar, ikhlas dan berserah diri kepada Tuhan, sehingga kekuatan Fisik dan Rohani tumbuh kembali. Niscayalah keluh kesah dan keraguan dapat menjadi pupuk organik yang menyuburkan benih-benih kehidupan di dalam diri sendiri, serta dapat membahagiakan diri bila tarka bhatin telah berhasil berada pada titik kesadaran nurani yang tercerahi. Keluh-kesah susah-lelah pasti menjauh dari diri sendiri, mengingat bhatin yang suci adalah sthana atman yang merupakan percikan cahaya suci dari Hyang Widhi. Selanjutnya, upaya di luar diri sendiri yang dapat dilakukan sebagai sebuah interaksi dan komparasi; “Bergaulah dengan orang-orang suci, karena kekuatan orang-orang suci ada pada pengetahuan suci-nya. Wahyu suci pun wejangan-wejangan dari para guru suci, memberikan penguatan bahwa Pengetehuan Suci dapat melebur semua keluh kesah dan keraguan itu menjadi kekuatan suci yang tak tertandingi, karena pengetahuan adalah Panah Pasupati dan Perahu Suci, guna melebur musuh-musuh dalam diri dan mengarungi lautan samsara dalam kehidupan di dunia ini maupun di alam sunya nanti. Astungkara-swaha.
Pupuh Ginanti: “Dharma Stiti”
Kawit Bapa jani nyawus,
Ane madan Dharma Stiti,
Krunane malu artiang,
Dharma patut kategesin,
Stiti ne hidup tegesnya,
Ento angkep dados siki.
Renungan:
Sekar Alit ( Pupuh Ginanti) di atas mengandung sebuah pesan bahwa umat manusia atau Sisya Sista yang dibekali dengan Tri Pramana (Bayu, Sabda, dan Idep ) hendaknya dalam melaksanakan Dharma Kahuripan ini diawali dengan upaya (utsaha) untuk mengetahui, memahami, memaknai dulu segala apapun itu, selanjutnya menyatukan dan mensinergikan pengetahuan, pemahaman dan pemaknaannya itu sebagai bahan untuk melakukan tarka bagi sang diri (jiwatman) yang putarannya secara internalisasi dan eksternalisasi, sehingga dari tarka itu akan muncul sebuah kesadaran dari sang Diri. Dengan kesadaran itulah baru kemudian mengaktualisasikan pengetahuan itu dalam bentuk prilaku kebajikan dalam hidup yang disebut Dharma Stiti (Dharma Kahuripan). Pesan yang lainnya juga menyatukan antara Dharma dan Stiti, karena Dharma tanpa Stiti tidak berarti apa-apa ?, demikian pula Stiti tanpa Dharma maka kehidupan akan diselimuti kegelapan, kengerian pun kehancuran. Sadarlah wahai engkau kesadaran…, begitu para guru mengetuk sang jiwa saat bermain dihamparan samsara-nya.
Wejangan Bagavan Shri Krishna kala itu kepada Arjuna, bahwa keluh kesah dan keraguan dalam diri itu, akan terus menyelimuti sang diri, bilamana hakekat pengetahuan tentang karma yoga tidak dipahami secara baik dan benar. Selanjutnya, Shri Krihna dalam wejangannya menyampaikan kepada Arjuna bahwa keluh kesah dan keraguan terhadap sikap pun tindak kegiatan, akan sirna bilamana hakekat dari pengetahuan tentang karma yoga itu dipahami dan dilakukan untuk sebuah ikhtiar tercapainya pembebasan, kemuliaan jiwa, pun penyatuan dari dan bersama Tuhan.
Om Subhmastu. Om Shanti, Shanti, Shanti Om.
Update; 26 Juni 2017
Me-replay Keluh Kesah agar lebih percaya diri.
Pranam-Mendrajyothi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar